BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pura umumnya memiliki kelekatan hubungan
dengan para pemujanya dan tempatnya berada, demikian pula dengan latar belakang
sejarah pendiriannya. Pemuja yang memiliki kepentingan terutama untuk memenuhi
kebutuhan batin, maka pura dapat dianggap sebagai obat, pemberi kesegaran, dan
ketenangan bati. Wilayah yang menjadi tempat keberadaan pura merupakan tanah
yang suci, sehingga pemujanya merasakan aroma kesucian yang dapat membersihkan
pikiran dan tindakan yang kurang terarah. Selain itu wilayah keberadaan pura
dapat menubuhkan kecintaan dan penghargaan terhadap bumi tempat berpijak
sebagai ibu pertiwi. Pura dari sisi lain sebagai saksi sejarah akan eksisnya
sebuah kepercayaan, sehingga ada kesan semakin panjang sejarahnya, apalagi
orang – orang suci dan orang yang terpengaruh yang terlibat didalamnya, maka
membut kesakralaannya menjadi bertuah asalkan tetap dilestarikan oleh umat dari
masa ke masa
Menurut Wiana (2009:7)Pura sebagai
tempat pemujaan merupakan symbol untuk mendorong umat Hindu berbakti kepada
Tuhan, demikian pula kualitas kehidupan dapat meningkat bagaimana pemujaan
kepada Tuhan dapat mendorong dirinya mau berkorban untuk membangun nilai –
nilai kemanusian dan memelihara alam lingkungan. Dengan kata lain untuk
membangun kehidupan social yang dinamis dan harmonis.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang di maksud dengan pura?
2.
Bagaimana
sejarah berdirinya pura suranadi (panca tirta) dan berapa jumlah pelinggih yang
ada di pura tersebut?
3.
Bagaimana
tata upacara pujawalinya?
1.3
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui
dan memahami sejarah berdirinya pura suranadi (panca tirta)
2.
Mengetahui
jumlah pelinggih
3.
Mengetahui
tata upacara pujawali
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pura
Istilah pura dengan pengertian sebagai tempat
pemujaan bagi masyarakat Hindu khususnya di Bali. Tampaknya berasal dari jaman yang tidak begitu tua.
Pada mulanya istilah pura berasal dari bahasa sanskerta itu berarti kota atau
benteng yang sekarang berubah arti menjadi tempat pemujaan Hyang Widhi. Sebelum
di pergunakan kata pura untuk menamai tempat suci /tempat pemijaan dipergunakan
kata Khayangan atau Hyang. Pada jaman Bali kuna dan merupakan data tertua kita
di Bali, ada disebutkan di dalam prasasti Sukawana A 1tahun 882M. kata Hyang
berarti tempat suci atau tempat berhubungan dengan kebutuhan
Jadi dapat dikatakan bahwa pura merupakan
tempat suci Agama Hindu yang digunakan untuk tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi
Wasa dan segala manifestasi – Nya serta Atman Sidda Dewata (roh suci leluhur)
B.Struktur
Pura
1.1
Struktur pura ulon
Pura ulon disebut pula pura Gaduh, berada
disebelah timur dan tempatnya disebelah timur badan jalan raya, dan berbatasan
dengan kawasan hutan lindung Taman Wisata Alam disebelah utara dan sebelah
timur pura. Pura ini menghadap kea rah barat, dengan tiga buah pintu masuk,
yaitu:dua buah bebetelan dan satu buah kori agung. Mata air patirthan dan mata
air panglukatan terdapat diutama mandala pura. Beberapa palinggih utama, bangunan pendukung
lainnya, serta fsilitas pendukung upacara didalamnya adalah sebagai berikut.
(1). Palinggih Bhatare Gede Gunung Renjani, (2). Palinggih Padmasana, (3).
Palinggih ngerurah, (4). Kemalik/Palinggih Betara Gede lingsar /palinggih
Bhatara Ayu Mas Melanting, (5). Gedong penyimpenan, (6). Padma patirthan, (7).
Padma panglukatan, (8). Bale pengaruman, (9). Bale banten, (10). Bale pawedan,
(11). Bale pemangku, (12). Bale pesadekan. Di bagian kanistan mandala terdapat
dua buah bale gong, bale kul – kul dan wantilan.
Palinggih utama yang menjadi cici utama
pura Ulon yaitu palinggih Bhatara Gede Gunung Renjaniyang telah di pugar prtama
kali tahun 1720 M oleh kerajaan karang asem dan di puput perande sakti Abah.
Kontruksi bangunan utama pada yang berubah yaitu pembangunan padmasana, adanyan
jumlah bangunan tambahan padma, diding/penyengker dan ornamentasi yang
menghiasi sekeliling pelinggih. Kontruksi bangunan paliggih Bhatara Gede Gunung
Rinjani ter tera pada gambar berikut ini.
Palinggih
Bhatara Gede Gunung Rijani berada di atas bataran bertangga Sembilan, yang di
pipit oleh palingguh padmasana dan palinggih ngerurah. Memiliki ketinggian
empat meter, dengan konstrukturnya terdiri atas dasar, badan dan puncak. Bagian
dasar berbentuk segi empat terbuat dari bata dan pasir semen yang di cetak
dengan hiasan dua buah ekor naga sebagai bibir tangga, serta beberapa hiasan
lainnya. Bagia badan terdiri atas kayu bertiang enam dan atapnya berbentuk
limas dan kseluruhan warnanya berwarna hitam, yang menyimbolkan Dewa Visnu,
sebagaimana di ketahui bahwa wujud beliau sebagai air dan pemelihara. Demikian
pula dengan hutan Suranadi adalah sebagai pusat mata air yang jumlahnya sangat
banyak (Perande Gede Nyoman Sebali Kenatan wawancara tanggal 23 november 2010).
Palinggih
Bhatara Gede lingsar atau palinggih Bhatara Ayu Mas Melanting atau sebagai
palinggih kemalik (bagi umat wetu telu) di pura ulon dengan kontruksi bangunan
tertera pada gambar berikut ini.
Bentuk bangunan pada dewasa ini menyerupai
palinggih gedong yang puncaknya berupa alter segi empat. Ukuran bangunan
sepanjang dua meter, lebar dua meter dan tinggi tiga meter, denga dasar berupa
bataran agak lebar. Pada atas bagian badan terdapat altar berbentuk empat
persegi da di atasnya terdapat dua buah tawulan (batu lonjong berdiri). Tawulan
sebagai pratima itu di bungkus dengan masing – masing kain kuning dan putih.
Kontruksi puncaknya berupa kerangka berbentuk limas dengan atap dari genteng.bagian
dasarnya berupa teras yang telah di keramik biasanya sebagai tempat sesajen
(bagi penganut wetu telu).
1.2 Struktur Pura Majapahit
Pura
majapahit merupakan pura yang berposisi di tengan Hutan Taman Wisata, yaitu
tempatnya d sebelah timur badan jalan raya masuk ke tengah hutan dan berlokasi
50 meter di sebelah utara Pura Ulon. Pura majapahit
merupakan
pura yang ukurannya paling kecil di antara empat sebaran Pura Suranadi ini.
Struktur pura Majapahit seprti tertera pada gambar foto di bawah ini.
Temple is
a temple majapahit positioned amid Forest Park, where d is east of the
highway agency into the woods and located 50 meters to the north
of Temple Ulon.Pura majapahit
temple whose size is the smallest of
the four distribution Suranadi this temple.Majapahit temple structure bleak picture shown in
the figure below.
Letak pura menghadap kearah selatan dan
posisinya di kelilingi oleh HUtan Taman Wisata. pura ini terdiri atas palinggih
Bhatara Sakti Waurauh /palinggih bhatara majapahit ,palinggih ngerurah dan bale
banten. Nama pelinggih eratkaitannya dengan penghormatan atas jasa Dang Hyang
Dwijendra yang telah melaksanakan dharmayatra di suranadi ini. Sumber mata air
yang sangat kecil terdapat di luar pura (jaba sisi).
Palinggih batara sakti waurauh berbentuk
gedong, dengan dasar berupa bataran persegi panjang satu meter kali satu
setengah meter dengan tinggi 80 cm. badan berupa kayu bertiang enam setinggi
120 cm dengan altar berbentuk gedong terbuka yang di cat berwarna hitam.
Atapnya sangat sederhana berbahan seng, walaupun demikian tetap dapet di
benarkan asalkan model dan bentuknya sesuai dengan yang di yakini masyarakat
setempat. Pura majapahhit terletak di tengah Hutan Taman Wisata jadi halamanya
terbatas, walaupun demikian kawasan di sekitar pura merupakan wilayah yang di
gunakan untuk aktivitas upacara. Kawasan jaba sisi pura ini, merupakan wilayah
yang statusnya masih menjadi sengketa, karena sampai saat ini belum dapat di
berikan untuk membuat dinding pemisah dengan, melainkan hanyan di berikan untuk
menggunakan untuk upacara saja
1.3.
Struktur Pura Pangentas
Pura pangentas teretak di seberang
jalan dan beberapa meter kearah barat daya dari PuraUlon, dengan ukuran luas
yang lebih besar dari pada pura Majapahit. Pura ini terdiri atas dua halaman (
dwi mandala) yaitu utama mandala dan kanistan mandala. Letak pura berada
bersebelahan dengan penginapan /hotel, walaupun demkian susunan ketenangan dan
kenyamanannya cukup kondusif dan tidak menggangu. Gambar srtuktur palinggih
pangentas seperti yang tertera pada foto yang di bawah ini.
Srtuktur pura terdiri
atas :utama mandala yang di dalamnya terdat palinggih padma, palinggih ngrurah,
padma toye tabah, bale banten, mata air pangentas dan mata air tabah /panebak.
Pada bagian kanistan mandala terdapat bale pakemitan, dan kolam mandi sakral.
Fungsi pura ini yaitu sebagai tempat
untuk mengambil tirta untuk upacara pitra yadnya terutama toye pangentas dan
toye tabah, oleh karena itu bangunan palinggih utamanya hanya dua buah.
Kontruksi bangunan palinggih madya terdapat rong (ruang) tempat menyimpan
pratima (yaitu tawulan /batu lonjong berdiri , sedangkan bagian puncaknya
sedangkan altarnya berbentuk singgasana. Peratima berupa tawulan adalah
merupakan salah satu ciri khas palinggih – palinggih yang ada di pura suranadi.
Mata air toya pangentas terletak di tengah – tenganh utama mandala pura,
sedangkan muaranyan terletak di bagian kanistan mandala berupa kolam untuk
permandian sakral. Kolam ini sering di pergunakan untuk membersihkan diri dari
penyakit bagiorang yang mempercayainya. Mata air toya tabah terletak dibagian
utara utama mandala,di mana aliran air yang muncul agak sedikit atau lambat
sehingga menyerupai telaga yang airnya dangkal. Menurut I Nengah Segara
(wawancara tanggal 4 oktober 2011 penyebab mata air toya tabah sangat dangkal
akibat pembangunan hotel di sebelah timur Pura Pangentas.
1.4 Struktur Pura Pembersihan
Pura
pembersihan terletak kurang lebih 200 meter kearah barat daya Pura Ulon. Di
pura ini hanya terdapat satu sumber mata air yaitu mata air pembersihan.
Struktur pura pembersihan.
Beberapa palinggih yang terdapat di bagian
utama mandala sebagai berikut: (1). Palinggih padmasari, (2). Palinggih
ngrurah, (3). Palinggih tepasana/punggel, (4). Kemalik/palinggih bhatara gede
lingsar, (5). Gedong penyimpenan, (6). Bale banten, (7). Bale pwedaan , (8).
Bale pemangku. Pada madya mandala terdapat dua buah bale pakemitan. Mata air
pembersihan bermuara pada sebuah tempat untuk mandi sakral di sebelah selatan
pura pembersihan yang di batasi oleh pagar permanen. Di sebelah barat lokasi
permandian sakral terdapat kolam untuk perandian umum.
Bangunan
palinggih yang menjadi cirri khas /keunikan pura pembersihan adalah kemalik.
Menurut artinya kata kemalik berarti benda – benda yang di kramatkan atau
tempat – tempat yang di keramatkan (lukman, 2005: 15). Beberapa pndapat tentang
kemalik sebagai media yang sangat sederhana dapaty berbeda – beda menurut
Sastrodirwiryo (2008:160) kemalik di
perkirakan ada sejak Dang Hyang Dwi jendra di
Lombok di prkirakan tahun 1530 M. walaupun sebelumnya masyarakat sasak
baru beberapa puluh tahun mengenal Agama Islam.
Palinggih
kemalik pada dewasa ini berbentuk mempunyai rumah sederhana bertianh empat,
tetapi bagian depan dan sampingnya terbuka, bagian puncak segi empat dan
beratap seng bangunan tersebut terbuat dari bata yang di pelester dengan tiang
beton sehingga membentuk bagian rumah atau kuburan keramat. Ukuran bangunan
dengan panjang empat meter, lebar tiga meter, dan tingginya tiga meter. Pada
bagian badan terdapat altar setinggi tujuh puluh senti meter ddan di atasnya
terdapat beberapa buah tawulan (batu lonjong berdiri). Bagian dasar berupa
teras yang agak luas ruangannya, di mana biasanya tempat sesajen (bagi yang
menganut wetu telu). Menurut Anonim (1977: 79) bahwa keadaan kemalik di
sebabkan karena orang – orang sasak telah
lama memiliki keyakinan anisme dan dinanisme. Di sebutkan lebih jauh lagi bahwa
kemalik – kemalik itu dulunya terdapat di seluruh desa pulau Lombok. Walaupun
setelah itu dating agama Hindu Siwa Duda yang di bawa oleh utusan kerajaan dari
balidan kerajaan Majapahit. Sisilan keturunan Kerajaan Majapahit merupakan
cikal bakal raja – raja di Lombok. Dari breberapa argumentasai di atas maka
manurut penulis hemat penulis, keberadaan kemalik merupakan warisan dalam
megalithikum. masyarakat sasak telah memiliki
keyakinan animism dan dinanisme sejak jaman purba. Sehingga warga yang
meyakini weyu telu masih menggunakan kemalik sebagai tempat yang di keramatkan
sampai sekarang, apalagi dahulinya banyak di temukan kemalik pada hamper setiap
desa.
Agama
islam yang di bawa sunan Prapen tergolong aliran sufi yang di ajarkan pada
sekitar tahun 1500 M kepada orang – orang sasak. Sunan prapen keturunan dari
Sunan Giri,salah seorang Agama Islam di jawa. Pada sekitar tahun 1640 M salah
seorang pengikut SSUnan Kalijaga brnama Sunan Pangging mengajarkan islam sufi
yaitu sinkretisme antara antara animism/pantheisme, Hindi danislam
(sastrodiwiryo, 2008: 184). Penomena mistik dari percmpuran itu dapat di terima
secara sukarela oleh penduduk Lombok. Lama – kelamaan ajaran ini berkembang
menjadi wetu telu (anonym, 1977: 15). Bagi penganut wetu telu yang di puja pada
kemalik adalah roh – roh suci leleuhur yang langsung dapat memberikan
perlindungan, memberikan keselamatan emberikan petunjuk dan mengabulkan
permohonan untuk memproleh itu maka terlebih dahulu membersihkan rohani mereka
dengan menggunakan air dari mata air patirtan dan panglukatan.
Bagi
umat Hindu yang di npuja pada kemalik adalah Bhatara Gede Lingsar, di mana
pemujaan Batara Gede Lingsar berkaitan dengan pemujaan pada beliau sebagai
penguasa mata air patirtan. Menurut Kartodiharjo (1989) bahwa media pemujaan
berbentuk tugu dari batu yang berfungsi sebagai tanda peringatan untuk memuja
roh nenek moyang dalam istilah akeologi di sebut dengan menhir.
Selain
prpses social yang menglami prtumbuhan seperti uraian tersebut di atas maka
dalam agama hindu mempedomani keberadaan seluruh bangunan pura supaya supaya
tidak menyalahi aturan tidak terlepas dari konsep dharma sidhi artha
yaitu:iksa, shakti, desa, kala, dan takwa. Maksud dari kelima dasar itu yaitu
agar penerapan Dharma itu berhasil maka boleh di sesuaikan dengan cita – cita
seseorang atau kelompok (iksaha),
Kemampuan (shakti), aturan setempat (desa), waktu(kala), dan tidak bertentangan
dengan hakekat kebenaran atau tatwa (Wiana, 2009: 11-12)
C.Betuk
Prosesi Upacara Pujawali
Rangkaian mulai dari awal sampai penutup upacara
pujawali di laksanakan di laksanakan sepuluh hari pada purnama saseh kelima.
Rangkaian itu dapat di kelompokkan ke dalam delapan tahap (Prande Gede Jelantik
Dwije Putra wawancara tanggal 5 oktober 2011 dan I Gusti Nyoman Oke tanggal 7
oktober 2011
2.1.
Upacara nuhur Ida Bhatara di Gunung Rinjani
Gunung Rinjani dengan ketinggian 3.000 mdpl
merupakan gunung tertinggi di pulau Lombok. Di bawah puncak Gunung terdapat
Danau Segara Anak, di mana tempat melaksanakan upacara nuhur Ida Batara.
Pelaksanaan menuju Gunung Rinjani di nlaksanakan pada hari ke enam sebelum
puncak Upacara (pujawali), tempatnya sore hari pukul 16:00 waktu setempat.
Sesampainya d Danau Segara Anak barulah di laksanakan upacara tersebut. Banten
yang di gunakan untuk nuhur Ida Bhatara di bawa dari Pura Suranadi ke Gunung
Rinjani yaitu: pejatian, canang bulat wangi, canang bebaos, canang genten, krik
karmas, buhu dan tehenan. Banten tersebut akan di haturkan pada masing – masing
palinggih yang di buat untuk keprluan upacara di Tepi Danau Segara Anak
2.2.
Upacara Tabuh Rah
upacara tabuh rah merupakan salah satu
rangkaian acara bhuta yadnya dengan cara mempersembahkan darah ayam (sata) di
mandala (halaman) pura. Pelaksanaan tabuh rah di pura suranadi di laksanakan di
lokasi tri mandala pura, dengan cara memotong ayam kemudian darahnya di
cecehkan di jaba sisi,jaba tengah dan jeroan halaman pura. Upacra ini di
laksanakan pada dua hari sebelum puncak acara (pujawali), dan di lakukan
upacara tabuh rah pada empat pura yaitu: Pura Ulon, Pura Majapahit, Pura
Pangentas, Pura Pembersiahan.
2.3.
Upacara nyanggra Ida Bhatara di Pura majapahit
upacara
nuhur Ide Bhatara di Gunung Rinjani telah selesai di laksanakan, maka pemedek
kemudian kembali ke Suranadi untuk melaksanakan upacara berikutnya. Setelah
pulang dari Gunung Rinjani yang menghabiskan waktu perjalanan beberapa hari
maka barulh menuju Pura Suranadi untuk selanjutnya melaksanakan upacara
nyanggra Ida Bhataran, di mana tirta upakara yang di bawa dari Gunung Rinjani
itu kemudian di stanakan di Pura Majapahit.
Banten
yang di gunakan pada upacara ini yaitu: bayuan panca phala, sedah penyapa,
rayunan, canang burat wangi, dan canag genten semuanya ini mungguh di palingguh
Majapahit. Banten peras daksina di letakkan pada arepan beleganjur. Upacara ini
di lakukan dua hari sebelum ouncak acara (pujawali) pada pukul 16:00 waktu
setempat
2.4.
Upaca Penyucian Pratima
Suatu
hari sebelum puncak acara (pujawali) pada pukul 08.00 waktu setempat, di
lakukan upacara nyucian pratima bagi pura majapahit, pura Ulon, Pengentas dan
pembersihan. Sebagai penangghung jawab acara penyucian pratima ini adalah
banjar yang tugasnya mengempon masing – pura yang di pimpin oleh pemangku.
Banten
dan sarana yang di haturakan untuk di Pura Majapahit yaiyu:pejatian, canang
bulat wangi, canang genten, canang pembaos, toya pentucian (toya cendana, toya
segara, toya kumkuman, toya jeruk, toya nyuh gading), muncuk ambengan, krik
karmas, banten dan sarana lainnya.
Banten
yang di haturkan di pura pangentas yaitu: pejatian, canang bulat wangi, canang
genten, canang bebaos , toya penyucian (toya cendana, toya segara, toya
kumkuman, toya jeruk, toya nyuh gading), muncuk ambengan, krik karmas, banten
dan sarana lainya.
Banten
dan sarana yang di haturkan untuk nyucian pratima di pura pembersihan yaitu:
toya cendana, toya segara, toya kumkuman, toya jeruk, toya nyuh gading), muncuk
ambengan, krik karmas, banten, buhu, tigasan, dan solasan di haturrkan di bale
banten dan sarana lainnya.
2.5.
Upacara mendak Ida Bhatara
upacara mendak Ida
Bhatara di laksanakan pukul 13:00 waktu setempat yaitu sehari sebelum pujawali.
Upacara ini di lakukan, dengan ngamedalan Bhatara tirta pada masing – masing
pura, kemudian di naikkan di atas jempana dan semuanya di arak keliling oleh
semua banjar yang mengamong pura.
Banten yang di gunakan dan
di bawa pada waktu mendak dsn katuran pada saat tibanya akan ngadegan Ida
Bhatara, yaitu:bayuhan panca phala, ketipat kelanan, sanganan jauman, canang
burat wangi, ayunan alit, canang lenga wangi, dan canang genten.banten yang di
haturkan bias setibanya mendak Ida Bhatara, yaitu: segehan agung, pitik selem
mulus, rujak miyeh, solasan, basokan, tetabuhan,(arak, tuak, berem dan kelungah
nyuh gading ). Banten ini akan di haturkan di arepan candi.
2.6.
Upacara ngadegan Ida Bhatara
pukul
14:00 waktu setempat pada satu hari sebelum puncak acara (pujawali), di
laksanakan upacara ngadegan Ide Bhatara di masing – masing pura, yaitu: pua
Majapahit, Ulon Pangentas, pembersihan dan di pura Ulon upacaranya dipimpin
oleh seorang Sulinggih dan beberapa pemangku, sedangkan penanggung jawab adalah
banjar yang di tujuk waktu itu.
2.7. Puncak Upacara Pujawali
pada
hari purnama sasih kalima pukul 06:00 waktu setempat, sebelum upacara pujawali
di masing – masing pura di laksanakan upacara nanginin.
(1).
Puja wali di pura Majapahit
Pujawali
di awali dengan melngkapi sarana dan palinggih pendukung lainnya . pada pukul
07:00 puncak acara yaitu purnama sasih kalmadi awali dengan ngunggahan banten
pada masing – tempat yang di tentukan. Piodalan di pura Pangentas di pimpin
oleh seorang sulinggih yang di laksanakan pada pukul 08:00 waktu setempat.
Klompok banjar yang di tugaskan sebanyak tiga banjar yaitu: banjar Gumang,
banjar Karya Dharma, banjar Kerta Tunggal Dharma
(2). Pujawali di Pura pangentas
Pujawali
di lengkapi dengan sarana upakara baik di palinggih utama maupun palinggih
pendukung lainnya. Pada pukul 07:00 hari puncak acarayaitu purnama sasih kalima
di awali dengan ngunggahan banten pada masing – tempat yang di tentukan.
Piodalan di pura Pangentas di pimpin oleh seorang sulinggih yang di laksanakan
pada pukul 09:00 waktu setempat. Klompok banjar yang di tugaskan sebanyak tiga
banjar yaitu: banjar Lempuyang ,banjar Satya Dharma, dan banjar Suka Karya.
(3).
Pujawali di Pura Pembersihan
Pujawali
di lengkapi dengan sarana upakara baik di palinggih utama maupun palinggih
pendukung lainnya. Pada pukul 07:00 hari puncak acarayaitu purnama sasih kalima
di awali dengan ngunggahan banten pada masing – tempat yang di tentukan.
Piodalan di pura Pangentas di pimpin oleh seorang sulinggih yang di laksanakan
pada pukul 10:00 waktu setempat. Klompok banjar yang di tugaskan sebanyak tiga
banjar yaitu: banjar Patus dan banjar Mua Desa
(4).
Pujawali di Pura Ulon
Pujawali
di lengkapi dengan sarana upakara baik di palinggih utama maupun palinggih
pendukung lainnya. Pada pukul 07:00 hari puncak acarayaitu purnama sasih kalima
di awali dengan ngunggahan banten pada masing – tempat yang di tentukan.
Piodalan di pura Pangentas di pimpin oleh seorang sulinggih Budha dan Siwa yang di laksanakan pada pukul 16:00
waktu setempat. Klompok banjar yang di tugaskan sebanyak tiga banjar yaitu:
banjar Sidha karya Suranadi, banjar Sidha Karya Pemunut, banjar Tresan Karya
dan banjar Sila Dharma Pemunut.
2.8.
Upacara Nyejer dan Ngelukar
(1).
Upacara Nyejer di Pura Majapahit
Upacara
Nyejer di lakukan tepat satu dan dua hari setelah puncak upacara (pujawali).
Upacara di pimpin oleh pemangku yang di tunjuk setelah lengkapnya sarana
upacara. Menghaturkan banten pejatian dan canang hanya pada palinggih
pasimpangan Bhatara Majapahit mulai di lakukan pagi hari pukul 06:00 waktu
setempat, baik pada hari pertama dan kedua setelah pujawali
Upacara
ngelukar di laksanakan tiga hari setelah pujawali . upacara di laksanakan pukul
15:00 waktu setempat setelah lengkapnya sarana upacara dengan di pimpin oleh
pemangku yag telah di tunjuk. Menghaturkan banten pada masing – masing
palinggih mulai di lakukan pukul 15:00 waktu setempat
(2). Upacara Nyejer dan Ngelukar di Pura
Pengentas
Upacara
Nyejer di lakukan tepat satu dan dua hari setelah puncak upacara (pujawali).
Upacara di pimpin oleh pemangku yang di tunjuk setelah lengkapnya sarana
upacara. Menghaturkan banten pejatian dan canang hanya pada palinggih
pasimpangan Bhatara Pangentas mulai di lakukan pagi hari pukul 06:00 waktu
setempat, baik pada hari pertama dan kedua setelah pujawali
Upacara
ngelukar di laksanakan tiga hari setelah pujawali . upacara di laksanakan pukul
15:00 waktu setempat setelah lengkapnya sarana upacara dengan di pimpin oleh
pemangku yag telah di tunjuk. Menghaturkan banten pada masing – masing
palinggih mulai di lakukan pukul 15:00 waktu setempat.
(3).
Upacara Nyejer dan Ngelukar di Pura Pabersihan
Upacara
Nyejer di lakukan tepat satu dan dua hari setelah puncak upacara (pujawali).
Upacara di pimpin oleh pemangku yang di tunjuk setelah lengkapnya sarana
upacara. Menghaturkan banten pejatian dan canang hanya pada palinggih
pasimpangan Bhatara Pambersihan mulai di lakukan pagi hari pukul 06:00 waktu
setempat, baik pada hari pertama dan kedua setelah pujawali.
Upacara
ngelukar di laksanakan tiga hari setelah pujawali . upacara di laksanakan pukul
15:00 waktu setempat setelah lengkapnya sarana upacara dengan di pimpin oleh
pemangku yag telah di tunjuk. Menghaturkan banten pada masing – masing
palinggih mulai di lakukan pukul 15:00 waktu setempat.
(4).
Upacara Nyejer dan Ngelukar di Pura Ulon
Upacara
Nyejer di lakukan tepat satu dan dua hari setelah puncak upacara (pujawali).
Upacara di pimpin oleh pemangku yang di tunjuk setelah lengkapnya sarana
upacara. Menghaturkan banten pejatian dan canang hanya pada palinggih
pasimpangan Bhatara Ulon mulai di lakukan pagi hari pukul 06:00 waktu setempat,
baik pada hari pertama dan kedua setelah pujawali.
Upacara
ngelukar di laksanakan tiga hari setelah pujawali . upacara di laksanakan pukul
15:00 waktu setempat setelah lengkapnya sarana upacara dengan di pimpin oleh
pemangku yag telah di tunjuk. Menghaturkan banten pada masing – masing
palinggih mulai di lakukan pukul 15:00 waktu setempat. Sebagai penanggung jawab
(pangempon) dalam pelaksanaan Pujawali Pura Suranadi maka kelompok banjar
Suranadi membagi tugas untuk mengempon masing – masing Pura, antara lain Pura
Ulon, Pura Majapahit, Pura Pangentas dan Pura Pembersihan. Dan jumlah banjar di
Desa Suranadi ada dua belas sehingga harus di bagi menjadi empat kelompok untuk
mengurus Masing –masing Pura.
2.7.
Pengmpon Pura Suranadi
Sebagai
penanggung jawah (pengempon) dalam pelaksanaan upacara pujawali Pura Suranadi
maka kelompok banjar di Desa Suranadi membagi tugas untuk mengempon masing –
masing pura, antara lain: pura Ulon, Pura Majapahit, Pura Pangentas dan Pura
Pambersihan jumlah banjar yang ada di Desa Suranadi ada dua belas banjar dan
harus di bagi menjadi empat kelompok untuk mengurus masing – masing Pura.
Selama
upacara Pujawali berlangsung maka yang di beri tanggung jawab pada Pura Ulon
yaitu:Sidha Karya Suranadi, banjar Sidha Karya Pemunut, banjar tresna karya
,dan banjar Sila Dharma pemunut. Pura Majapahit Yaitu: banjar Gumang, banjar
Karya Dharma, banjar Kerta Tunggal Dharma. Dan Pura Pangentas dan Pembersihan
diberikan tanggung jawab kepada warga dan banjar Patus, dan banjar Mua Desa.
Perilaku
ini mencerminkan manusia telah memakai situasi yang di hubungkan dengan
peristiwa sebelumnya (murva daksina), yaitu iring – iringan yang berlawanan
arah. Suatu fakta tidak dengan sendirinya bias berjalan jika tidak ada yang
mendukung seperti banjar atau pengempon.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas
mengenai pura Suranadi ( panca tirtah ) maka dapat di simpulkan bahwa di perkirakan
sejarah berdirinya pura ini sekitar tahun 1720 – 1946 yang dipugar pada masa pemerintahan Karang
Asem dari sanalah pelinggih-pelinggih ini didirikan seperti Pura Ulon,
Majapahit,Pengentas, pembersihan, dan palinggih pendukung lainya
3.2
Saran
Adapun saran-saran yang dapat kami
berikan dari penulisan makalah ini adalah :
Dengan adanya makalah ini, diharapkan
masyarakan generasi muda berperan aktif dalam menjaga Pura Suranadi sebagai
tempat persembahyangan.
Di arapkan keaktifan masyarakat dalam
mencari tau segalahl yang berkaitan dengan pura suranadi, karena makalah ini
sipatnya terbatas. Selain itu jga , pura ini merupakan salah satu warisan
budaya dan sekali gus sebagai saksi sejarah.
Menjaga kesucian Pura, seperti tidak
melakukan perbuatan yang menyimpan yang
dapat mencemarkan kesucian Pura.
DAFTAR
PUSTAKA
W
W W. GOOGLE.COM:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar