Pura Rambutsiwi, yang dikelilingi
oleh sawah yang membentang luas dan berteras-teras, di sebelah Selatan
adalah gundukan tebing dan batu karang yang curam. Selain dikelilingi
sawah yang berteras-teras di kejauhan di sebelah Utara kelihatan gugusan
pedesaan dan deretan pegunungan yang membujur dari barat ke timur,
serta Samudera Indonesia di sebelah Selatan. Di sebelah barat-daya pura
terdapat balai tempat istirahat untuk menikmati keindahan panorama laut
dengan disertai deburan suara ombak yang cukup mengasikkan. Tidak jauh
dari balai tempat istirahat tadi yaitu sebelah Selatan Pura terdapat
undag-undag yang curam untuk jalan turun ke pantai. Di pinggir pantai
pada tebing batu karang ada dua buah goa yang dianggap suci dan kramat.
Suasana di tempat ini sangat tenang sekali dan baik untuk menenangkan
pikiran. Di sebelah Timur goa tersebut terletak Pura Rambut Siwi.
Menurut tradisi di tempat ini Dang Hyang Nirartha tiba pertama kali.
Lokasi Pura Rambut Siwi terletak di pinggir pantai Selatan Pulau Bali bagian Barat yaitu di Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Di sebelah Utara pura lebih kurang 200 meter, terbentang jalan raya jurusan Denpasar-Gilimanuk dimana terdapat penyawangan Pura Rambut Siwi. Di sini biasanya umat Hindu yang melintasi jalur perjalanan tersebut berhenti sejenak untuk menghaturkan sembah mohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jarak dari kota Denpasar lebih kurang 78 km, perjalanan ke sana dapat dicapai dengan mobil atau sepeda motor. Dapat juga ke sana dengan menumpang kendaraan umum yang cukup banyak lalu lalang dari pagi hingga petang, karena itu tidak ada masalah sama sekali mengenai transportasi. Jika pengunjung menggunakan kendaraan bermotor, kendaraan tersebut bisa langsung diparkir di dekat (sebelah timur) pura. Lama perjalanan dari kota Denpasar sekitar 2 jam, dan dalam perjalanan banyak melalui jalan yang berkelok-kelok, menanjak naik-turun, sehingga banyak menyaksikan keindahan alam sepanjang perjalanan.
Fasilitas Rambutsiwi telah didukung dengan sarana dan prasarana, seperti sudah tersedianya tempat parkir, toilet umum, wantilan dan bangunan sasana budaya untuk tempat pertemuan. Di pinggir jalan raya di sebelah Utara terdapat warung-warung yang menjual makanan dan minuman. Di sekitar lingkungan pura (terutama di sebelah timur dan Barat) ada tempat-tempat istirahat untuk sementara melepaskan lelah sambil melihat-lihat keindahan alam sekitarnya. Disamping itu terdapat pula di sana pameran lukisan maupun barang-barang souvenir lainnya yang dipajang setiap harinya.
Kunjungan Rambutsiwi sering mendapat kunjungan para wisatawan, baik nusantara aupun mancanegara. Waktu kunjungan yang paling baik adalah pada sore hari sebelum matahari terbenam. Umumnya wisatawan ramai berkunjung ke sana pada hari-hari libur, hari raya dan hari piodalannya. Hari piodalannya jatuh pada hari Rabu Umanis Wuku Prangbangkat tiap 210 hari sekali, banyak umat Hindu Bali berdatangan untuk bersembahyang sambil membawa sesajen, memohon keselamatan dan kebahagiaan.
Deskripsi Penamaan Pura Rambut Siwi erat hubungannya dengan perjalanan suci (dharma yatra) Dang Hyang Nirartha di Bali pada abad XVI. Beliau menyerahkan rambutnya untuk dipuja oleh masyarakat, sehingga pura itu bernama Rambut Siwi (memuja rambut). Dengan demikian pura ini sudah ada sejak abad XVI. Jika kita perhatikan struktur pura ini, tidaklah menyimpang dari struktur pura pada umumnya di Bali. Halaman pura terbagi atas tiga halaman. Pembagian tiga halaman mungkin dapat dihubungkan dengan pembagian dunia atas tiga bagian yang disebut Tri Loka, yaitu Bhur Loka (alam bawah), Bhwah Loka (alam tengah), dan Swah Loka (alam atas). Halaman tersuci adalah halaman dalam, dan palinggih pokok terletak di halaman dalam. Palinggih pokok di pura ini adalah bangunan suci meru tumpang tiga yang terletak di bagian Timur menghadap ke Barat. Bangunan suci meru itulah sebagai tempat pemujaan Bathara Sakthi Wawu Rauh/Dang Hyang Nirarta. Dalam babad Dwi Jendra Tatwa disebutkan bahwa di Pura Rambut Siwi dipuja secara simbol rambut dari Dang Hyang Nirartha. Selain pemujaan rambut, secara simbol pada masa Indonesia Kuna diketahui pula adanya kebiasaan memuliakan telapak kaki. Prasasti Ciaruteun di Jawa Barat yang berasal dari abad V menyebutkan adanya bekas dua telapak kaki raja Purnawarman yang disamakan dengan telapak kaki Dewa Wisnu. Demikian pula peninggalan purbakala berupa pahatan sepasang alas kaki raja Purnawarman yang disamakan dengan telapak kaki Dewa Wisnu. Demikian pula peninggalan purbakala berupa pahatan sepasang alas kaki di Pura Bukit Dharma Kutri Gianyar diperkirakan sebagai suatu simbol bahwa raja Marakata memerintah atas nama Airlangga di Jawa Timur. Pengatasnamaan pemerintahan Airlangga oleh adiknya Marakata itulah yang dikaitkan dengan adanya pahatan alas kaki tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telapak kaki adalah simbol kekuasaan seorang raja, sedangkan pemujaan rambut mungkin dapat dihubungkan dengan simbol kesaktian dan kebesaran seorang pendeta di bidang agama, dalam hal ini adalah Dang Hyang Nirartha. Apabila anggapan itu benar, maka fungsi Pura Rambut Siwi selain sebagai tempat untuk memuja Tuhan, juga sebagai tempat pemujaan untuk memuja kebesaran dan kesaktian Dang Hyang Nirartha. Berdasarkan fungsinya tersebut maka pura ini tergolong sebagai pura yang mempunyai status sebagai seorang Dang Kahyangan. Perlu juga dikemukakan bahwa di dalam meru tumpang tiga tersimpan empat buah arca, sebuah berwujud laki-laki, dan yang lainnya berwujud perempuan. Keempat arca tersebut diduga sebagai arca Dang Hyang Nirartha beserta istri dan kedua putrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar