Om Bhur Bhuwah Swah,
Tat Sawitur Warenyam,
Bhargo Dewasya Dhimahi,
Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Tat Sawitur Warenyam,
Bhargo Dewasya Dhimahi,
Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
artinya:
Om cahaya bersinar yang telah melahirkan semua loka atau dunia kesadaran, Tuhan yang muncul melalui sinarnya matahari sinarilah budi kami
.Om cahaya bersinar yang telah melahirkan semua loka atau dunia kesadaran, Tuhan yang muncul melalui sinarnya matahari sinarilah budi kami
Inilah makna dari
mantra yang memiliki semua bija-mantra yang kesemuanya melambangkan dari
kekuasaan Brahman dalam cahaya suciNya. Om melambangkan Tuhan, Bhur mewakili
bumi, Bhuvah melingkupi semua bagian dari daerahnya dewata-dewata dan setengah
dewata sampai kepada matahari. Sedangkan Svah mewakili dimensi alam ketiga yang
diketahui dengan nama svargaloka dan semua loka-loka yang cemerlang dia
atasnya.
Gayatri mantra ini
mempunyai getaran sangat kuat sehingga seseorang dalam pencaran rohaninya
apabila tulus mengucapkan Gayatri mantra ini akan membawa
kepada pencerahan bathin.Gayatri mantram pada dasarnya bekerja secara otomatis dalam kesadaran rohani manusia. Ini di sebabkan mantram tersebut mewakili dari setiap elemen dasar
manusia dan alam.
kepada pencerahan bathin.Gayatri mantram pada dasarnya bekerja secara otomatis dalam kesadaran rohani manusia. Ini di sebabkan mantram tersebut mewakili dari setiap elemen dasar
manusia dan alam.
Manusia memiliki
tiga bagian badan yaitu badan fisik, badan energy (aura atau cahaya) dan badan
roh (atma) ketiga bagian badan ini saling terkait satu sama
lainnya. Badan fisik berhubungan dengan napas dan prana, dan badan roh berhubungan dengan kesadaran Brahman
lainnya. Badan fisik berhubungan dengan napas dan prana, dan badan roh berhubungan dengan kesadaran Brahman
Gayatri mantram yang diakhiri dengan kata
pracodayat, adalah ibunya dari empat veda (Rgveda, Yayurveda, Samaveda,
Atharwaveda) dan yang mensucikan semua dosa para dvija. Oleha karena itu saya
selalu mengucapkan dan memuja mantram tersebut. Gayatri mantram ini memberikan
umur panjang, prana dan keturunan yang baik, pelindung binatang, pemberi
kemasyuran, pemberi kekayaan, dan memberi cahaya yang sempurna. Oh Tuhan
berikanlah jalan moksa padaku.
Mantra tersebut adalah mantra dari Atharwaveda. Di
situ dijelaskan Gayatri mantra. Gayatri mantram juga disebut dengan guru
mantra Savita mantra, dan Maha mantra Gayatri mantra terdapat dalam veda dan
mantra ini adalah paling suci diantara mantra. Veda, Upanisad, purana dan
Bhagawad gita, selalu mengatakan bahwa gayatri mantra paling suci dan
penting, mantra ini perlu dan harus diucapkan setiap orang yang ingin
mendapatakan kebahagiaan dunia dan moksa, begitu pentingnya gayatri mantra
sehingga tuhan menurunkan mantra dalam atharwaveda untuk penjelasan gayatri.
Dalam mantra di atas dijelaskna bahwa mantra yang berakhir dengan kata “Prachodayat” yang berarti Tuhan Selalu memberikan KaruniaNYA dan selalu melindungi. Jadi mantra denagn akhir Prachodayat yang terdapat dalam Gayatri mantra adalah Mantra Pokok, dalam seluruh Weda. Untuk itu ditetapkan bahwa Gaytri Mantram adalah ibu ke empat Weda, dimana seluruh Weda itu berisikan atau lahir untuk memberikan penjelasan tentang Gayatri Mantram. Hal demikian juga terdapat dalam cerita Ramayana. Rsi Walmiki mengambil Gaytri Mantram dari Weda terdapat 24 aksara Gayatri Mantram. Ke 24 aksara tersebut dijelaskan dalam keseluruhan cerita Ramayana. Dalam mantram tersebut dijelaskan bahwa “Jika seseorang selalu mengucapkan Gaytri Mantarm dengan baik segala keinginan yang baik akan selalu dipenuhi.” Hal tersebut terbukti dengan adanya kata “Warhadah” yang berarti seluruh keinginan baik bisa dipenuhi melalui dengan Gaytri Mantram tersebut. Gayatri mantram juga menjadi penebus dosa-dosa seseorang yang pernah dilakukan dengan sadar maupun tidak. Sehingga untuk menebus semua dosa bisa dengan berjapa Gaytari Mantram. Demikian juga para Dwija akan menjadi suci dengan ucapan Gayatri Mantram. Dwija juga berarti lahir yang kedua kali, yaitu pertama dari Ibu dan yang kedua kali dari guru. Karena sang guru “Melahirkan” kita dengan memberikan kita pengetahuan untuk mencapai Moksa. Lebih lanjut dijelaskan jika seseorang setiap hari mengucapkan Gayatri Mantram, maka dia akan mendapatkan umur panjang, Prana yang sehat, keturunan yang cerdas dan sehat, tidak akan mendapat gangguan dari mahluk lain, mendapat nama baik (berkenalan dalam masyarakat), diberkati kekayaan, dan selalu akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirnya kan mendapatkan Moksa. |
Sri Krishna di dalam Bhagavat-Gita bersabda kepada
Sri Arjuna, bahwasanya diantara berbagai mantra, maka Gayatri Mantra adalah
yang tertinggi sifatnya dan Beliau sendiri adalah pengejawantahan dari esensi
mantra ini. Ada dua versi mantra Gayatri
yang paling populer diantara berbagai jenis mantra-mantra Gayatri. Yang pertama adalah seperti berikut ini
:
OM
BHUR, OM BWAH, OM SWAH,
Om Tat Savetur Varenyam
Bhargo
Devasya Dimahi,
Dhiyo Yonah Prachodayat
Apakah mantra Gayatri ini sebenarnya dan apakah
manfaatnya, sehingga sedemikian agungnya mantra ini? Konon Gayatri sendiri yang adalah manifestasi
dari lima bentuk bunda alam-semesta ini bersifat maha prakriti (Maya, ilusi
Ilahi). Kelima dewi ini adalah Saraswati-Laksmi-Durga-Uma
dan Kali, yang membaur menjadi satu bentuk dominan di seluruh alam semesta ini,
baik di alam buana-alit maupun buana-agung.
Gayatri lahir dari Sang Pencipta Brahma pada awal penciptaan dunia ini
yang tersirat di Veda sebagai mantra
yang bersifat universal, yaitu suatu bentuk Pengagungan dari Yang Maha Kuasa dalam
bentuk seorang Bunda alam-semesta itu sendiri dengan kelima bentuk
kewajibanNya. Itulah sebabnya walaupun
memiliki hanya satu raga, Beliau berkepala kelima dewi di atas tersebut. Dewi Saraswati adalah lambang dari ilmu
pengetahuan, sastra, agama, literatur, keindahan dan seni budaya. Tanpa Beliau, manusia hidup seperti ibaratnya
fauna yang tidak berbudi-pekerti. Dewi
Laksmi adalah lambang dari kejayaan, kekuatan, kemakmuran dan sebagainya.
Beliau adalah shaktinya Dewa Vishnu Sang Pemelihara alam semesta ini,
sedangkan Dewi Saraswati adalah
shaktinya Dewa Brahma Sang Pencipta.
Durga adalah berkuasa di atas segala bentuk kebatilan, asuras dan bentuk-bentuk yang bersifat iblis;
barang siapa memuja Beliau dipastikan akan dijauhkan dari segala mara-bahaya
yang ditimbulkan oleh berbagai asura ini.
Di Indonesia ada konsep yang salah mengenai Durga ini, Beliau dianggap
sebagai ratunya para setan-dedemit, padahal Beliau ini menguasai mereka dan
tanpa Beliau semua unsur iblis ini akan meraja-lela tidak terkendali. Di India dan di seluruh dunia Beliau adalah
Dewi yang paling dipuja demi mendapatkan imbalan-imbalan duniawi, disamping
Laksmi dan Dewa Ganeshya.
Dewi Uma atau Prathivi, atau Pertiwi adalah juga
isteri atau shakti dari Shiva Mahadewa. Beliau adalah ibu Pertiwi ini merupakan
Tuhan insan Hindu yang pertama-tama harus dipuja. Sedangkan Kali, lahir dari Shiva itu sendiri
dan akhirnya “membunuh” Shiva dengan kekuatannya. Sebuah simbolisasi dari Sang
Waktu (Kala dan Kali), yang maha dominan dan abadi. Dewa-dewi boleh berakhir
tugas, tetapi tidak Sang Kala ataupun Sang Kali. Secara spiritual Gayatri dianggap hadir
selama 9 bulan 10 hari di dalam rahim seorang ibu yang sedang mengandung, dan
selama itu pula sang jabang bayi belajar akan hakikat Tuhan Yang Maha esa
dengan segala fenomenaNya baik di alam
bumi ini maupun di buana-agung dimana Beliau senantiasa maha hadir
dimana saja. Sewaktu seorang jabang bayi
lahir, ia menangis pertama kali, dan setiap bayi selalu merneriakkan uah,
uah. Menurut para ahli spiritual Hindu,
kata pertama yang keluar dari mulut sang bayi, bangsa apapun ia dan lahir
dimanapun, ia adalah : Aum, Aum, Aum, karena tiba-tiba sang jabang bayi
kehilangan Gayatri. Oleh karena itu sewaktu dibabtiskan beberapa hari kemudian,
versi pertama gayatri ini oleh sang ayah akan dimanterakan di telinga sang
jabang bayi, agar ia sadar kembali akan hakikat kehidupannya di dunia ini. Sayang sekali hampir semua ayah tidak sadar
akan makna mantra ini, dan hampir semua pendeta yang melakukan upacara untuk si
bayi ini lebih terbius dengan pembayaran yang akan diterimanya. Lambat-laun hilanglah hakikat sesungguhnya
dari mantra yang teramat sakral ini.
Sesungguhnya mantra yang utama
ini diperuntukkan demi majunya jalan spiritual seseorang dan bukan untuk
mendapatkan pahala-pahala seperti keselamatan, rezeki dan kekayaan. Dengan mengulang-ulang mantra ini seseorang
akan dibersihkan dari berbagai kekotoran duniawinya, namun itu baru bisa
terjadi seandainya pemahaman seseorang akan mantra ini sempurna. Kalau hanya mengulang-ulang ibarat burung
beo, maka yang didapatkannya hanyalah kebodohan belaka. Pemahaman yang baik akan mantra ini akan
mengungkap Sang Jati Diri yang bersemayam di dalam diri kita melalui dhyana
yang berkesinambungan dan tanpa pamrih.
Dan dhyana ini seharusnya dibukakan oleh seorang guru yang telah
berstatus dwijati dan non-pamrih dalam
segala hal. Pada saat seseorang berguru,
inilah mantra Gayatri versi kedua diberikan kepadanya secara spiritual, dan ini
disebutkan kelahiran kembali (kedua kalinya).
Versi kedua akan kami utarakan pada keterangan-keterangan
berikutnya. Biasanya untuk mendapatkan
jalan dhyana ini seseorang akan diminta
untuk menyiapkan dirinya menjadi vegetarian total, dan bersikap total ahimsa
dan non-pamrih dalam segala hal, walaupun hidup secara duniawi secara
wajar-wajar saja.
Mantra ini disebut juga dengan nama Savitri Mantra,
karena sebenarnya didedikasikan ke seorang dewa yang bernama Savitr. Ada juga
sebutan Savitri-gayatri di buku-buku kuno, dan mantra ini ditujukan pada zaman
tersebut pada Dewa Surya secara kaidah-kaidah yang terdapat di dalam Veda, dan
hal ini juga disebut sebagai Gayatri. Kaidah ini disebut:
“Om Tat-Savitur-Varenyam
Bhargo Devasya Dhimahi
Dhiyo yo Nah Pracodayat”
Konon maha mantra ini diturunkan pertama kalinya
kepada manusia di bumi ini kepada Resi Visvamitra yang agung di zaman yang
teramat silam. Keseluruhan mantra ini
termuat dalam mandala ketiga dari Reg Veda.
Mantra yang sama ini juga hadir Sukla Yajurveda dan Krishna Yajurveda.
Di Bhagavat-Gita Sri Krishna bersabda bahwasanya cahaya yang meliputi surya dan
chandra adalah CahayaNya semata, jadi menurut para kaum suci, ini berarti
Mantra Gayatri adalah mantra pencerahan
akan hakikat Yang Maha Hakiki.
Om Bhur berarti ….Wahai Yang Maha Esa, Dikaulah Sang
Bhumi.
Om Bwah berarti ….Wahai Yang Maha Esa, Dikaulah
Alam-Semesta.
Om Svah berarti ….Wahai Yang Maha Esa, Dikaulah Kehampaan yang menyelimuti bumi dan alam
semesta ini.
Sedangkan tiga baris mantra di atas berarti:
“Kami
bersemedi ke arah Cahaya Ketuhanan Sang Surya, semoga cahaya surgawi ini
menerangi aliran pikiran yang ada di dalam budhi (intelek) kami.”
Biasanya di India mantra ini disertai dengan japa pranava
dan Vyahrti-S. Bagi kaum Hindu, pemujaan sehari-hari
mengharuskan japa ini (sandhya-karma) agar pikiran selalau berpikir akan
hal-hal yang bersifat jernih. Di Manusmrti 102 tertulis : ”Membaca japa ini di
pagi hari sambil berdiri akan menghilangkan semua dosa yang disandang selama
malam harinya, dan dengan berjapa di malam hari, maka semua dosa dipagi harinya
akan sirna seketika”. Itulah sebabnya
kedua waktu ini harus dipergunakan untuk mengingatNya dan sekaligus menyadarkan
diri kita sendiri dengan maha mantra ini, bukan hanya dijapakan pada waktu berkunjung
ke kuil atau ke pura saja.
Pada zaman ini Gayatri-Mantra telah sedemikian
populernya diseluruh dunia sehingga selalu berkumandang dalam bentuk ratusan
versi lagu, japa dan puja-puji dalam berbagai dialog yang aneh-aneh. Ada sementara
resi mengatakan pranava “Om Bhur-Bvah-Svah” boleh ditambahkan atau
tidakpun tidak apa-apa dalam setiap pemujaan, namun rasanya tidak akan berarti
kalau tidak disertakan. Ada dua sandhya dalam sehari. Kata Sandhya berarti
titik penghubung antara pagi dan malam. Dengan demikian sandhya yang
pertama adalah subuh dan yang kedua
adalah senja hari. Pemujaan pada pagi
hari sekitar jam 4.30 s/d jam 5 pagi
disebut Brahma-mahurta dan di sore hari sebaiknya pukul 6 s/d 7 sore. Setelah Islam masuk ke India, banyak orang Hindu
menambahkan japa dan sembahyang pada siang hari, padahal itu tidak dianjurkan
dan juga tidak dilarang.
Di masa lalu pemujaan pagi hari sambil berdiri
dilakukan menghadap ke arah Timur ke Surya dan pada malam hari ke arah Barat,
dan sambil memuja, seseorang akan
meletakkan air di kedua tangannya yang terkatub, dan pada akhir ucapan
mantranya air tersebut dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ini disebut
Arghya-Pradana. Pada saat mengakhiri
mantra ini, sang pemuja akan mengucapkan :”Surya adalah Sang Brahman
(Asavidityo Brahma)”, kemudian ia akan melaksanakan atma-pradaksina, yaitu
memutarkan badannya kearah kanan, ini mengisyaratkan bahwa sang pemuja dalam
baktinya mengikuti arah Sang Surya dan dharmanya. Sekaligus berarti ia akan selalu berada dalam
naungan dan tuntunan Sang Atman, Sang Jati Diri yang raganya sendiri. Pada masa tersebut Gayatri-Mantra diucapkan
10 kali pada setiap sandhya, pada saat ini sudah bebas, walaupun konon mantra
ini tidak boleh diucapkan lagi setelah senja lewat. Saat ini aturan inipun sudah terkesan
bebas.
Dengan mengucapkan Gayatri mantra kita sebenarnya
memohon agar cahayaNya menerangi dan membebaskan kita semua dari kebatilan yang selalu mengganggu
kita sepanjang hari terus-menerus tanpa henti dalam bentuk godaan-godaan
duniawi yang tidak ada habis-habisnya ini.
Ribuan tahun telah
silam semenjak hadirnya berbagai Veda, kemudian muncullah berbagai
Sutras dan kemudian hadirlah berbagai pengertian dan penghayatan akan filosif
dan ritual yang disebut agama-agama yang berorientasi ke pemujaan Vishnu, Shiva
dan Shakti (Durga). Setiap agama ini
menyatakan bahwasanya Gayatri adalah miliknya, dan puja ini ditujukan kepada
masing-masing Ishta-dewatanya. Kemudian
berkembanglah konsep Tuhan sebagai Bunda alam-semesta ribuan tahun lalu, dan
hadirlah Dewi Gayatri seperti yang kita kenal sekarang ini. Banyak yang berpendapat dengan melantunkan
Gayatri maka seluruh Veda-Veda telah dilantunkan olehnya. Kemudian mantra yang dianggap teramat sakti
ini dipercayai sebagai mantra pembawa proteksi diri segala rintangan dan
halangan, itulah sebabnya Gayatri mantra juga disebut sebagai “Mantra yang
melindungi seseorang yang melantunkannya”.
Kaum Hindu di India percaya bahwa sekiranya timbul
kendala atau firasat buruk pada seseorang dikala melakukan suatu usaha atau
proyek tertentu, orang tersebut harus duduk berjapa Gayatri-mantra ini sebanyak
11 kali, dan seandainya masih mendapatkan firasat buruk maka dianjurkan
mengulangnya sebanyak 16 kali, sesudah itu tidak akan ada aral melintang
lagi.
Di India, seorang anak laki-laki diinisiasi dengan
mantra Gayatri sewaktu ia masih berusia muda, dan upacara ini disebut Upanayana
yang dihadiri dan diselenggarakan oleh kepala rumah tangga dan pendeta
keluarga. Upacara ini di berbagai literatur Vedik disebut gayatri-diksa. Dengan menjalani upacara ini seorang anak
laki-laki diinisiasi menjadi seorang penyandang Hindhu Dharma. Manu, manusia pertama menganjurkan pendiksaan
ini seperti berikut; Usia 5 tahun bagi brahmana, 6 tahun bagi kshtriya, dan 8
tahun bagi seorang vaishya, maksimum usia-usia ini secara masing-masing
kategori adalah 16, 22 dan 24 tahun.
Biasanya anak wanita tidak didiksa, karena diksa tersebut akan
berlangsung sewaktu ia menikah nanti.
Bagi kaum sudra tidak disebutkan pendiksaan ini.
tetapi di India masa kini banyak kriteria tersebut di atas yang telah berubah, kaum sudra sudah boleh
mengikuti upacara ini berkat perjuangan Mahatma Gandhi almarhum.
Dipercayai secara shahtra vedik bahwasanya
Gayatri-Diksa adalah kelahiran kedua.
Orang tua melahirkan putra mereka karena menginginkannya secara
bersama-sama, dan lahirnya seseorang
dari rahim bundanya dianggap sebagai kelahiran fisik. Namun kelahiran
kedua adalah anugerah melalui Savitri yang telah menguasai Veda-veda secara
keseluruhan, dan kelahiran kedua ini dianggap kelahiran sejati, abadi dan tak
pernah mati dimakan sang waktu. Sesudah
diinisiasi ini seorang putra laki-laki disebut Dvija.
Sebenarnya mantra ini berisikan kalimat keempat dan
kalimat ini dianggap begitu sakralnya sehingga hanya diberikan oleh seorang
guru spiritual yang telah betul-betul Dvijati pada saat seseorang memasuki masa
sanyasi dan dhyananya. Kalimat keempat ini hadir di Chandogya, Brhadaranyaka
dan di Brahma-Sutra. Kami di Ganeshya
Pooja (Shanti Griya) telah menurunkan
Gayatri lengkap ini (disebut juga Maha-Gayatri) kepada sekitar 70 sishya yang
menunjukkan tanda-tanda spiritual yang teramat satvik, dari antara ribuan
sishya yoga ini. Prosesnya selalu terjadi secara mistis dan otomatis sehingga
sang sishya akan menunjukkan gejala-gejala awal
yang sangat menunjang kehadiran Gayatri-Mantra ini di dalam
dirinya. Setelah mendapatkan awal
inisiasi, pemuja ini akan segera menjadi
vegetarian dan ahimsa, lalu
mempersiapkan dirinya untuk inisiasi lengkap.
Namun sidang pembaca sebaiknya tidak menghubungi kami untuk yang satu
ini, karena mendapatkan Maha-Gayatri adalah proses yang teramat sulit dan sudah
banyak yang menjadi gila karenanya. Itulah sebabnya para guru spiritual tidak
mau menurunkannya secara sembarangan.
Pada saatnya nanti seorang Hindu atau siapa saja yang telah siap
mendapatkannya akan menemukan dimana saja Gayatri (Sang Dharma) berkenan. Ingat, bukan kita memilih Sang Brahman,
tetapi beliaulah yang memilih kita semua.
Para wanita di masa lampau seperti di masa kini,
selalu melantunkan mantra Gayatri secara bebas, dan pada zaman tersebut
merekapun melaksanakan upacara Upayana, namun dewasa ini wanita tidak perlu
mengikuti upacara ini karena kelahiran kedua seorang wanita adalah sewaktu ia
menikah dengan purushanya. Menurut para
resi seorang wanita lebih efektif
dibandingkan dengan seorang pria seandainya ia berjapa Gayatri-Mantra karena
efeknya terasa ke seluruh keluarga dan relasi di rumah-tangganya termasuk
janin-janin yang dikandungnya.
Seorang resi guru Chinmaya pernah menulis dan
menyebarkan sebuah karya yang disebut Devaprayaga yang dikomentari oleh Sri
Shankara Acharya secara pribadi, karya ini sudah tua dan langka, namun dengan
bantuan guru tersebut di atas dapat diterjemahkan seperti berikut ini:
Arti dari wacana Gayatri
Gayatri sudha pratyag-Brahma-aikya-bodhika
1. Mantra
Gayatri mengindikasikan ilmu pengetahuan yang terutama akan hakikat penyatuan
dengan Sang Atman yang hadir di dalam diri kita dan Yang Maha Hadir di mana
saja.
2. Yang
mengetahui akan segala bentuk budhi (intelek) yaitu Yang Menerangi semua bentuk
pikiran dan hadir di semua bentuk intelek, yang merupakan Saksi dari semua
bentuk budhi …. Ialah Sang Jati Diri yang disiratkan oleh Mantra Gayatri.
3. Maha
Brahma, Realitas transedental yang Hakiki adalah merupakan Sang Jati Diri itu
semata-mata, dengan mejapakan Gayatri, Beliau akan bangkit (di dalam diri
kita). Sang Atman ini diindikasikan di
Mantra Gayatri sebagai Sang Surya (Savitur).
4. Kata
“tat” disini mengartikan yang maha
hadir, Sang Atman di dalam diri kita, yang bukan tidak dan bukan lain adalah
Sang Atman di dalam semuanya, yaitu Yang Maha Atman (Param Brahma).
5. Kata
surya (Savitur) bermakna Tunggal, yaitu satu substratum bagi semua pengalaman
delusi yang berbasiskan pruralitas dan juga berbagai permainan ilusi di medan
penciptaan ini, termasuk juga dalam tahap pemeliharaan dan penghancurannya
(kiamat, pralaya).
6. Kata
“Varenyam” (Yang dipuja-puji, Yang dikagumi) berarti Dia (Itu) yang dituju
setiap insan (semuanya), Yang bersifat ananda-rupam (rahmat, berkah yang tidak
ada batasnya).
(kata ini
pada saat berjapa harus dilantunkan sebagai Varenyam)
7. Kata
“Bhargah” berarti yang menghancurkan semua bentuk kebodohan, ketidak-sempurnaan
yang dipancarkan oleh kekurang-pengetahuan akan pemahaman Sang Ralitas. Dimana
hasil-hasil kebodohan tersebut dihancurkan, maka di situ akan hadir kesadaran
akan Realitas Yang Maha Esa secara segera.
8.
“Devashya” (Cahaya) di sini bermakna kesadaran yang senantiasa hadir, menerangi
baik di dalam maupun di luar, di tiga tahap (alam) ….. kesadaran, alam-mimpi
dan alam tidur-lelap.
9. Yang
adalah sifatKu yang murni, yaitu AtmanKu, adalah tidak lain tetapi Berkah yang
terutama, substratum untuk semuanya, jauh diluar berbagai penderitaan dan
tragedi, bersinar sendiri, bersifat kesadaran yang murni, yaitu Brahman Itu
Sendiri.
10. Kata “Dhimahi” berarti yang
menjadi tujuan meditasi kami, berasal dari konstruksi di Veda.
11. Sekarang jelaslah sudah bahwa
Mantra-Gayatri ini mengindikasikan kesadaran dan kebangkitan (dalam arti yang
dalam) dalam diri kita agar kita faham akan Hakikat Hyang Tunggal yang
menghidupi setiap makhluk.
12. Di dalam daftar kata-kata
vedik, maka kata-kata Bhuh (Bhur), Bhuvah (Bhvah), Svah, Mahah, Janah, Tapah
dan Satyam, semuanya
berjumlah tujuh disebut “Vyahrti-S”. Dari ke tujuh kata-kata ini, hanya
tiga kata pertama dipergunakan untuk pemujaan sehari-harinya. Semuanya pada
hakikatnya mengindikasikan Hakikat Brahman Yang Maha Abadi.
13. “Bhuh” mengindikasikan
keabadian. Yaitu Yang Maha Hadir di setiap periode sang waktu, Yang Maha Suci,
Yang Senantiasa Merdeka, Yang bersifat eksistensi murni di dalam setiap
bentuk.
14. Kata “Bhuvah” menyiratkan
makna dari kesadaran yang murni, kata ini berasal dari imajinasi, yang
menyiratkan akan kehadiran kesadaran yang menerangi berbagai pikiran kita.
15. Kata “Svah” sebagai vyahrti
bermakna : realitas terutama dari
seseorang itu sendiri, karena apa yang dituju secara amat sangat oleh
setiap ciptaan adalah Sang Jati Diri kita sendiri.
16. Kata “Mahah” berasal dari kata
megah yang berarti Yang Dipuja, yang secara langsung berarti Yang Maha Megah
atau Yang Maha Dipuja yaitu Sang Jati
Diri Yang Maha Utama.
17. Vyahrti “Janah” bermakna:
Mencipta, yang berarti Yang Maha Pencipta dari mana berasal semua bentuk nama
dan rupa, baik yang berada di dalam maupun di luar.
18. Kata “Tapah” bermakna: Penuh
dengan terang-benderang, kecemerlangan, yang tak terhingga. Sang Jati Diri
sebagai bentuk kesadaran adalah satu-satunya yang merupakan sumber semua cahaya
di alam-semesta ini.
19. Kata “Satyam” bermakna: Sebuah tahap yang jauh sekali dari jangkauan berbagai keterbatasan seperti
penderitaan dan berbagai penyakit.
20. Ketujuh Vyahrti-S diterangkan
dan disebut sebagai tujuh loka, yaitu tujuh bentuk kesadaran atau pengalaman.
(juga berarti 7 cakra utama di raga setiap manusia,
ini adalah sendi-sendi buana-alit kita yang berhubungan dengan 7 loka di
alam-semesta (buana-agung). Fenomena ini
hanya bisa difahami oleh seorang sishya dibawah bimbingan guru yang telah
dwijati secara murni).
21. “Etad-uktam bhavati”.
Kata-kata ini bermakna: Oleh karena itu semenjak semula kami telah
mengindikasikan bahwasanya Gayatri adalah pengejawantahan dari Realitas Yang
Maha Utama, yaitu Sang Brahman.
22. Sang Jati Diri, Yang adalah
eksistensi murni, adalah makna yang disirat dan diindikasikan oleh
Mantra-Mantra Veda OM, yang menunjuk ke
Brahman. Ketujuh loka juga menjabarkan
makna dari OM dan yang dimaksud ini adalah Sang Brahman itu sendiri, dan
bukan yang lain-lainnya, sebenar-benarnya hanya Beliau satu-satunya yang
eksis.
23. Demikianlah, ketujuh Vyahrti-S
menunjuk, dengan seluruh makna dan isi kandungan mereka, ke arah Sang Brahman,
Sang Jati Diri (Atman) dalam kesemuanya
Semoga bermanfaat untuk kita semua
Om Shanti, Shanti,Shanti, Om